1.1 Metode Penentuan
Kemampuan Lahan Untuk Alokasi Pemanfaatan Ruang
Metode ini menjelaskan cara mengetahui alokasi pemanfaatan ruang
yang tepat berdasarkan kemampuan lahan untuk pertanian yang dikategorikan dalam
bentuk kelas dan subkelas. Dengan metode ini dapat diketahui lahan yang sesuai
untuk pertanian, lahan yang harus dilindungi dan lahan yang dapat digunakan untuk
pemanfaatan lainnya. Pedoman ini mengatur alokasi pemanfaatan ruang dari aspek
fisik lahan. Sedangkan aspek lainnya seperti keanekaragaman hayati, dipertimbangkan
dengan memperhatikan kriteria kawasan lindung sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
a) Klasifikasi Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan merupakan karakteristik lahan yang mencakup
sifat tanah (fisik dan kimia), topografi, drainase, dan kondisi lingkungan
hidup lain. Berdasarkan karakteristik lahan tersebut, dapat dilakukan
klasifikasi kemampuan lahan ke dalam tingkat kelas, sub kelas, dan unit
pengelolaan. Pengelompokan kemampuan lahan dilakukan untuk membantu dalam
penggunaan dan interpretasi peta tanah. Kemampuan lahan sangat berkaitan dengan
tingkat bahaya kerusakan dan hambatan dalam mengelola lahan. Dengan demikian,
apabila tingkat bahaya/risiko kerusakan dan hambatan penggunaan meningkat,
spektrum penggunaan lahan menurun
b) Kemampuan Lahan dalam Tingkat Kelas
Lahan diklasifikasikan ke dalam 8 (delapan) kelas, yang ditandai
dengan huruf romawi I sampai dengan VIII. Dua kelas pertama (kelas I dan kelas
II) merupakan lahan yang cocok untuk penggunaan pertanian dan 2 (dua) kelas
terakhir (kelas VII dan kelas VIII) merupakan lahan yang harus dilindungi atau untuk
fungsi konservasi. Kelas III sampai dengan kelas VI dapat dipertimbangkan untuk
berbagai pemanfaatan lainnya. Meskipun demikian, lahan kelas III dan kelas IV
masih dapat digunakan untuk pertanian.
c) Kemampuan Lahan dalam Tingkat Subkelas
Kemampuan lahan kategori kelas dapat dibagi ke dalam kategori
subkelas yang didasarkan pada jenis factor penghambat atau ancaman dalam
penggunaannya. Kategori subkelas hanya berlaku untuk kelas II sampai dengan
kelas VIII karena lahan kelas I tidak mempunyai faktor penghambat. Kelas kemampuan
lahan seperti tersebut di atas (kelas II sampai dengan kelas VIII) dapat
dirinci ke dalam subkelas berdasarkan empat faktor penghambat, yaitu:
- Kemiringan
lereng (t)
- Penghambat
terhadap perakaran tanaman (s)
- Tingkat
erosi/bahaya erosi (e)
- Genangan
air (w)
Subkelas kemiringan lereng (t) terdapat pada lahan yang factor
lerengnya menjadi faktor penghambat utama. Kemiringan lereng, panjang lereng,
dan bentuk lereng sangat mempengaruhi erosi, aliran permukaan dan kemudahan
atau faktor penghambat terhadap usaha pertanian sehingga dapat menjadi petunjuk
dalam penempatan lahannya ke dalam subkelas ini. Subkelas penghambat terhadap
perakaran tanaman (s) terdapat pada lahan yang faktor kedalaman tanah sebagai
penghambat terhadap perakaran tanaman; faktor lahan seperti tanah yang dangkal,
banyak batu-batuan, daya memegang air yang rendah, kesuburan rendah yang sulit
diperbaiki, garam dan Na yang tinggi akan menjadi petunjuk dalam menempatkan
lahan tersebut ke dalam subkelas ini. Subkelas tingkat erosi/bahaya erosi (e)
erosi terdapat pada lahan dimana erosi merupakan problem utama. Bahaya erosi
dan erosi yang telah terjadi merupakan petunjuk untuk penempatan dalam subkelas
ini. Subkelas genangan air/kelebihan air (w) terdapat pada lahan dimana
kelebihan air merupakan faktor penghambat utama; drainase yang buruk, air tanah
yang tinggi, bahaya banjir merupakan faktor-faktor yang digunakan untuk
penentuan subkelas ini.
d) Kemampuan Lahan pada Tingkat Unit Pengelolaan
Kategori
subkelas dibagi ke dalam kategori unit pengelolaan yang didasarkan pada
intensitas faktor penghambat dalam kategori subkelas. Dengan demikian, dalam
kategori unit pengelolaan telah diindikasikan kesamaan potensi dan hambatan/risiko
sehingga dapat dipakai untuk menentukan tipe pengelolaan atau teknik konservasi
yang dibutuhkan. Kemampuan lahan pada tingkat unit pengelolaan memberikan keterangan
yang lebih spesifik dan detil dari subkelas. Tingkat unit pengelolaan lahan
diberi simbol dengan menambahkanangka di belakang simbol subkelas. Angka ini
menunjukkan besarnya tingkat faktor penghambat yang ditunjukkan dalam subkelas,
misalnya IIw1, IIIe3, IVs3, dan sebagainya. Penentuan kemampuan lahan pada
tingkat unit pengelolaan penting, terutama untuk melakukan evaluasi kecocokan lahan diperlukan
sebagai masukan bagi revisi rencana tata ruang atau penggunaan lahan yang sudah
ada. Klasifikasi pada kategori unit pengelolaan memperhitungkan faktor-faktor
penghambat yang bersifat permanen atau sulit diubah seperti tekstur tanah,
lereng permukaan, drainase, kedalaman efektif tanah, tingkat erosi yang telah
terjadi, liat masam (cat clay), batuan di atas permukaan tanah, ancaman banjir atau genangan air
yang tetap. Faktor-faktor tersebut digolongkan berdasarkan besarnya intensitas factor
penghambat atau ancaman, sebagai berikut
1.
Tekstur tanah
2.
Permeabilitas
3.
Kedalaman sampai kerikil, padas, plinthite
4.
Lereng permukaan
5.
Drainase
tanah
6.
Erosi
7.
Faktor-faktor
khusus
e) Cara Penentuan Kemampuan Lahan
Penentuan kemampuan lahan terutama dilakukan untuk perencanaan
ruang atau alokasi pemanfaatan ruang. Di bawah ini diberikan langkah penentuan
kemampuan lahan:
1.
Siapkan
peta sebagai berikut:
a.
Peta lereng
b.
Peta tanah
c.
Peta erosi
d.
Peta drainase/genangan
Siapkan
peta dengan skala yang sama. Peta yang digunakan dapat berskala 1:250.000,
1:100.000, atau 1:50.000. Untuk keperluan analisa dan uji silang dari data kelas
dan subkelas, diperlukan juga data/laporan yang memuat sifatsifat biofisik
wilayah, antara lain: tanah, topografi, iklim, hujan, dan genangan/drainase
2.
Lakukan
tumpang tindih (overlay) peta lereng, peta tanah, peta erosi dan peta drainase/genangan
untuk mendapatkan peta kemampuan lahan sebagaimana tersebut pada gambar dibawah
ini Tumpang tindih dapat dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi
(SIG) maupun secara manual.
3.
Dari
overlay
peta,
didapat kombinasi keempat parameter di atas, sehingga dapat dilakukan
identifikasi kelas lahan. Besarnya hambatan yang ada untuk masing-masing parameter
menentukan masuk ke dalam kelas dan subkelas mana lahan tersebut. Dari hasil
identifikasi, dapat dideliniasi kelas dan subkelas kemampuan lahan. Sebagai contoh,
lahan yang memiliki lereng datar dan tidak mempunyai hambatan dari paramater
lainnya masuk ke dalam kelas I
f)
Cara
Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan
Evaluasi kesesuaian penggunaan lahan dilakukan untuk revisi alokasi
pemanfaatan ruang saat ini. Evaluasi kesesuaian penggunaan lahan dilakukan
dengan membandingkan penggunaan lahan yang ada dengan hasil analisa kemampuan lahan
yang didapat pada huruf D.
METODE ANALISIS
(PEDOMAN PENENTUAN DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN HIDUP)
Proses Penyusunan Daya Dukung Dan Daya Tampung Lingkungan
Hidup (D3TLH) Berbasis Jasa Ekosistem Pertanian Kabupaten Purworejo dilakukan setelah diketahui hasil penilaian Masing-masing penilaian tersebut memiliki arahan atau ketentuan materi dan
kedalaman substansi dalam penyempurnaan kembali / revisi RTRW Kabupaten Purworejo. Dengan kata lain bahwa materi atau substansi
yang akan disempurnakan dalam produk akhir Penyusunan Daya Dukung Dan Daya
Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH) Berbasis Jasa Ekosistem Pertanian Kabupaten Purworejo hanyalah materi atau substansi yang tidak sesuai
atau menyimpang dari arahan/pedoman yang ada.
Hasil akhir dari produk Penyusunan
Daya Dukung Dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH) Berbasis Jasa Ekosistem
Pertanian Kabupaten Purworejo secara umum mengacu pada Pedoman Penentuan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan
Hidup. Adapun
metode unit analisis yang dapat digunakan
untuk menentukan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup diantaranya
adalah: , yaitu:
a. Stock
dengan menghitung ketersediaan sumber daya alam yang ada, untuk metode ini
dapat digunakan dalam menentukan daya dukung dan daya tampung pada level nasional
maupun pulau/kepulauan
b. Supply-demand
dengan menghitung berapa kebutuhan yang diperlukan (berdasarkan ecological foot
print) untuk memenuhi kebutuhan manusia pada suatu wilayah dan berapa kemampuan
lingkungan mampu men supply kebutuhan tersebut (daya dukung lingkungan hidup)
c. Jasa
ekosistem merupakan layanan atau fungsi ekosistem dalam suatu wilayah yang
dikategorikan dalam 4 (empat) jenis layanan, yaitu: Layanan fungsional
(provisioning services): Jasa/produk yang didapat dari ekosistem, seperti misalnya
sumberdaya genetika, makanan, air dll. Layanan regulasi (regulating services):
manfaat yang didapatkan dari pengaturan ekosistem, seperti misalnya aturan
tentang pengendalian banjir, pengendalian erosi, pengendalian dampak perubahan
iklim dll. Layanan kultural (cultural services): manfaat yang tidak bersifat
material/terukur dari ekosistem seperti misalnya pengkayaan spirit, tradisi
pengalaman batin, nilai-nilai estetika dan pengetahuan. Layanan pendukung
kehidupan (supporting services): jasa ekosistem yang diperlukan manusia,
seperti misalnya produksi biomasa, produksi oksigen, nutrisi, air, dll.
d. Valuasi
ekonomi dengan melakukan perhitungan ekonomi dari suatu
kebijakan/rencana/program (KRP) di suatu wilayah terhadap berapa biaya kerugian
(potensial dampak) yang harus dikeluarkan dari KRP tersebut untuk dibayarkan
dalam rangka untuk memenuhi DDDTLH yang ideal.
Sebagaimana
diuraikan di atas daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan
keseimbangan antar keduanya. Dalam konteks ini kondisi eksisting suatu wilayah
akan ditunjukkan dengan status kondisi lingkungan baik secara fisik, kimia
dan/atau hayati lingkungan telah terjadi kerusakan atau tidak. Oleh karena itu
dibutuhkan baku kerusakan lingkungan hidup untuk menilai status kondisi
lingkungan tersebut. Sedangkan daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk
atau dimasukkan ke dalamnya. Dalam konteks ini daya tamping lingkungan
dihubungkan dengan pencemaran lingkungan akibat dari suatu kegiatan, oleh
karena itu dibutuhkan baku mutu lingkungan hidup untuk menilai status
pencemaran lingkungan tersebut.
UNIT ANALISIS
a. Unit analisis adalah satuan analisis untuk mengukur
kemampuan wilayah baik pada level nasional, pulau/ kepulauan, provinsi,
ekoregion lintas kabupaten/kota, kabupaten/kota dan ekoregion di wilayah
kabupaten/ kota serta lingkungan tematik dalam konteks daya dukung dan daya tamping
lingkungan hidup Dalam menentukan daya dukung, unit analisis ini bisa terbagi
atas unit adminsistrasi maupun unit ekoregion dengan kebutuhan data yang
berbeda. Berikut ini adalah
Tabel
Unit
Analisis Daya Dukung Dan Data Yang Diperlukan
Unit (Wilayah)
|
Klasifikasi Wilayah
|
Sumber Data
|
Wilayah Administrasi
|
1.
Nasional
2.
Provinsi
3.
Kabupaten/ Kota
4.
Kecamatan
5.
Desa
|
Data Administrasi Data spasial
|
Wilayah Fungsional (Tata
Ruang)
|
1.
Kawasan Lindung
2.
Kawasan Budidaya
3.
Kawasan Rawan Bencana
4.
Kawasan Startegis
|
Data Spasial
|
Wilayah Ekologis
|
||
1.
Daerah Alisan Sungai
|
1.
Daerah hulu
2.
Daerah tengah
3.
Daerah hilir
|
Data Spasial Data
Adminis trasi
|
2.
Ekoregion (Pendekatan landform)
|
1.
Bentuk lahan asal proses vulkanik
2.
Bentuk lahan asal proses structural
3.
Bentuk lahan asal proses fluvial
4.
Bentuk lahan asal proses solusional
5.
Bentuk lahan asal proses denudasional
6.
Bentuk lahan asal proses eolian
7.
Bentuk lahan asal proses marine
8.
Bentuk lahan asal proses glacial
9.
Bentuk lahan asal proses organic
10.
Bentuk lahan asal proses antropogenik
|
Data spasial
|
b. Parameter DDDTLH adalah merupakan komponen penentuan DDDTLH
berdasarkan unit analisis.
c. Indikator adalah metode analisis yang akan digunakan untuk
mengukur kemampuan wilayah dalam konteks daya dukung dan daya tamping
lingkungan hidup.
d. Tolok ukur adalah satuan analisis berdasarkan parameter
DDDTLH
METODOLOGI DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN HIDUP (D3TLH)
Reviewed by taufiksetyawan46
on
April 13, 2019
Rating:
No comments: