banner image

Recent in Sports

banner image

KEDUDUKAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN TATA RUANG

1. KLHS DALAM PERENCANAAN TATA RUANG
1.1 KLHS dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan
Pengalaman implementasi berbagai instrumen pengelolaan lingkungan hidup, utamanya AMDAL, menunjukkan bahwa meskipun AMDAL sebagai salah satu instrumen pengelolaan lingkungan yang cukup efektif dalam memasukkan pertimbangan-pertimbangan lingkungan dalam rancang-bangun proyek-proyek individual, tapi secara konsep pembangunan menyeluruh, instrumen AMDAL belum memadai dalam memberikan jalan keluar terhadap dampak lingkungan kumulatif, dampak tidak langsung, dan dampak lingkungan sinergistik.
Saat ini, pergeseran orientasi kebijakan pengelolaan lingkungan telah mengarah pada intervensi di tingkat makro dan pada tingkat hulu dari proses pengambilan keputusan pembangunan. Esensinya adalah bahwa kerjasama antar pelaku pembangunan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan akan lebih efektif apabila lebih fokus pada upaya pencapaian pembangunan berkelanjutan pada tingkat makro/nasional daripada terbatas pada pendekatan di tingkat proyek. Dalam konteks pergeseran strategi mewujudkan pembangunan berkelanjutan inilah peran KLHS menjadi penting.
Implementasi KLHS juga diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya dampak lingkungan yang bersifat lintas batas (cross boundary environmental effects) dan lintas sektor. Penanganan dampak lintas wilayah dan lintas sektor ini diharapkan dapat menjadi jalan keluar atas permasalahan lingkungan hidup yang cenderung makin kompleks dengan dilaksanakannya, atau lebih tepatnya, distorsi pelaksanaan Undang-Undang No. 34 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian, KLHS seharusnya tidak diartikan sebagai instrumen pengelolaan lingkungan yang semata-mata ditujukan pada komponen-komponen KRP, tapi yang lebih penting adalah sebagai suatu cara untuk meyakinkan bahwa implikasi pelaksanaan KRP terhadap lingkungan hidup telah dijadikan pertimbangan dalam setiap tingkatan pengambilan keputusan, dan dengan demikian, keberlanjutan pembangunan dapat lebih terjamin (Annandale dan Bailey,1999). Dengan kata lain, secara substansial, KLHS merupakan suatu upaya sistematis dan logis dalam memberikan landasan bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan melalui proses pengambilan keputusan yang berwawasan lingkungan.

1.2 KLHS dalam Perencanaan Tata Ruang

Pengalaman proses pengambilan keputusan menunjukkan bahwa ketidakpastian kesenjangan informasi dan kendala kognitif merupakan fenomena umum yang melatarbelakangi kegagalan pengambilan keputusan/kebijakan pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks ini, ketidakpastian terbesar adalah dalam memperkirakan besarnya dampak LH yang timbul sebagai akibat implementasi KRP. Pelaksana pembangunan atau pengambil kebijakan pembangunan yang berbeda menyebabkan interpretasi terhadap KRP menjadi berbeda pula sehingga menimbulkan persoalan dalam memperkirakan besarnya dampak. Dalam hal ini, teori proses pengambilan keputusan menawarkan pendekatan yang mampu mendeskripsi dan memahami setiap konteks pengambilan keputusan serta cara pelaksanaan KLHS.
Ide yang melatarbelakangi pelaksanaan studi KLHS adalah cara berfikir dan/atau proses pengambilan keputusan yang rasional dalam melaksanakan pembangunan. Kecilnya partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan pembangunan dan tidak terkendalinya tingkat kerusakan LH mulai dipertanyakan secara luas sehingga mengilhami pengembangan instrumen pengelolaan LH seperti AMDAL dan KLHS.
Melaksanakan perencanaan atau pengambilan keputusan secara rasional terhadap keputusan-keputusan yang bersifat strategis (KRP), seperti dilakukan dalam studi KLHS jauh lebih komprehensif bila dibandingkan dengan studi analisis LH pada tingkat proyek (AMDAL). Dalam studi KLHS, nilai-nilai dan kompleksitas persoalan harus dipahami dengan baik apabila mengharapkan aspek LH menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan.
Pengembangan kriteria untuk analisis pengambilan keputusan adalah penting untuk menguatkan secara sistematik peran nilai-nilai sosial dan non-sosial (alam) dalam pelaksanaan pembangunan. Apabila fungsi KLHS adalah untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan pembangunan, maka diperlukan kriteria untuk identifikasi kelemahan dan kesalahan dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karenanya, KLHS mempersyaratkan kriteria yang didasarkan pada persepsi nilai-nilai masyarakat terhadap LH. Dalam hal ini, persoalan yang muncul adalah bukan soal apakah terkait dengan pandangan subyektif dalam proses pengambilan keputusan, melainkan lebih pada apakah pandangan-pandangan masyarakat tersebut telah diakomodir dan diartikulasikan secara transparan dalam proses pengambilan keputusan.
Literatur tentang KLHS telah mengidentifikasi orientasi politik dalam analisis LH serta mengenali trade offs antar dampak sosial, ekonomi dan LH akibat implementasi KRP (Petts, 1999; Therivel et al., 1992). Disebutkan juga bahwa penapisan dan pelingkupan secara inheren merupakan proses politik, dan oleh karenanya, harus dilihat secara politik dan bukan semata-mata masalah rasionalitas yang bersifat “obyektif” dan netral (Weston, 2000). Dibalik fakta bahwa studi KLHS berlangsung dalam proses politik, proses analisis itu sendiri harus difahami sebagai bagian dari politik.
Untuk dapat merespons secara memadai terhadap variasi faktor-faktor lokal yang mempengaruhi bagaimana keputusan dibuat, kerangka kerja KLHS harus diupayakan sedemikian sehingga mampu beradaptasi pada kondisi lokal serta bersifat kontekstual. Pendekatan ini seringkali disebut pendekatan ”contingency” perencanaan LH. Suatu pendekatan pengelolaan LH yang sangat diperlukan di wilayah dengan variasi karakteristik sosial-ekonomi dan biofisik tinggi. Untuk memudahkan pelaksanaan KLHS dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan, utamanya dalam perencanaan tata ruang, panduan ini diharapkan dapat membantu terwujudnya pembangunan yang berwawasan lingkungan.

1.3 Implementasi KLHS dalam Perencanaan Tata Ruang

Efektivitas KLHS sebagai instrumen pengelolaan LH menuju pembangunan berkelanjutan karena kajian lingkungan tersebut dilaksanakan pada tahap awal proses pengambilan keputusan perencanaan pembangunan. Pada tahap awal ini terdapat berbagai alternatif yang belum tertutup oleh keputusan tertentu. Dengan demikian, sebuah studi dampak lingkungan atas KRP memberi kesempatan untuk memasukkan aspek LH dalam proses perencanaan pada tahap awal sehingga dapat sepenuhnya memperkirakan dampak lingkungan potensial, termasuk yang bersifat kumulatif jangka panjang dan sinergistik, baik pada tingkat lokal, regional, nasional maupun global (Lee dan Walsh, 1992; Partidario, 1996; Annandale dan Bailey, 1999; Therivel, 2004). Dengan kata lain, KLHS bergerak di bagian hulu dari suatu proses pengambilan keputusan, yaitu KRP. Untuk memudahkan pemahaman KLHS,berikut ini adalah definisi KLHS yang digunakan sebagai acuan.
“SEA is a systematic process for evaluating the environmental consequences of proposed policy, plan, or program initiatives in order to ensure they are fully included and appropriately addressed at the earliest appropriate stage of decision-making on par with economic and social considerations” (Sadler dan Verheem, 1996).
Definisi tersebut menunjukkan bahwa skala sasaran kajian KLHS lebih luas daripada instrumen pengelolaan LH lain, misalnya AMDAL karena analisis dampak KRP mempunyai implikasi dampak lebih luas/makro. Selain itu, KLHS fokusnya adalah pada tataran konsep danbukan pada tataran desain teknis yang bersifat fisik. Yang terakhir ini menjadi tekanan/fokus studi AMDAL. Kata “stratejik” dalam KLHS menjadi kata kunci yang membedakan dengan instrumen-instrumen pengelolaan lingkungan lain. Istilah“stratejik” dalam konteks KLHS secara umum dapat diartikan secara konseptual berkaitan dengan “akar” permasalahan yang harus menjadi fokus kajian lingkungan yang dilakukan, yaitu proses dan hasil pengambilan keputusan. Pengertian “stratejik” dalam KLHS pada umumnya berasosiasi dengan tiga hal berikut (Partidario, 1994):
  1. Strategis dalam konteks pengambilan keputusan;
  2. Keberlanjutan proses pengambilan keputusan, yaitu proses penyempurnaan KRP secara terus menerus;
  3. Fokus pada manfaat hasil keputusan, merujuk pada beragamnya alternatif pilihan KRP dalam proses perencanaan pembangunan yang bersifat “strategis”. Pertanyaannya adalah: pilihan KRP apa yang mungkin dilakukan untuk menangani satu persoalan khusus atau kebutuhan yang spesifik?; konsekuensi lingkungan apa yang akan terjadi sebagai respons dari pilihan tersebut?, dan pilihan KRP mana yang dari segi lingkungan terbaik? Jawaban pertanyaan-pertanyaan ini jauh lebih penting (dari kepentingan lingkungan) daripada menunjukkan rencana kegiatan yang akan dilakukan, kemudian mempertanyakan: dampak lingkungan apa yang akan terjadi? Kasus yang terakhir adalah pola pendekatan yang dilakukan dalam AMDAL.

Contoh Peta Kemampuan Lahan

Contoh Peta Kesesuaian Lahan


KEDUDUKAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN TATA RUANG KEDUDUKAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN TATA RUANG Reviewed by taufiksetyawan46 on June 12, 2018 Rating: 5

No comments:

Music

4/Music/grid-big
Powered by Blogger.